Cara Menteri Pariwisata 2025 Pidato Bahasa Inggris Dicibir Netizen
Cara Widiyanti Putri Wardhana Menteri Pariwisata 2025 pidato bahasa Inggris dicibir netizen hingga viral diberbagai platform media sosial. Simak kronologi, hingga tanggapan publik atas kemampuannya.
Belakangan ini publik ramai memperbincangkan sosok Widiyanti Putri Wardhana Menteri Pariwisata 2025 terutama soal gaya pidatonya dalam bahasa Inggris yang dianggap kurang meyakinkan.
Video acara pidato yang menggunakan bahasa Inggris sudah dibagikan di media sosial, dan respons publik tidak sedikit yang mencibir—ada yang menilai bahwa Widiyanti gugup, terbata-bata, dan terlihat membaca teks.
Kritik itu muncul meskipun latar pendidikannya menguatkan ekspektasi publik agar ia terlihat fasih berbahasa Inggris. Tapi apakah kritik tersebut sepenuhnya adil? Yuk kita lihat fakta dan konteksnya.
Sebagai informasi, Widiyanti Putri Wardhana dikenal sebagai figur yang memiliki latar pendidikan luar negeri: ia meraih gelar bisnis (Bachelor of Science) dari Pepperdine University, California.
Dengan latar seperti itu, banyak publik yang berharap kemampuannya dalam berbahasa Inggris setidaknya berada di atas rata-rata, terutama dalam situasi resmi internasional.
Namun realitasnya menunjukkan bahwa pidato pucuk pimpinan Kementerian Pariwisata (Kemenpar) RI itu dalam bahasa Inggris terutama saat publik speaking menuai berbagai sindiran pedas.
Beberapa warganet menyebut Widiyanti terlihat terbata atau membaca dari skrip, gestur tubuhnya pun dikritik seperti menunduk dan terkadang terlihat kurang percaya diri.
Kritik ini kemudian membesar menjadi pembicaraan tentang standar apa yang seharusnya dimiliki oleh seorang menteri, terutama posisi yang bersinggungan langsung dengan publik dan wisatawan asing.
Ada versi yang menyebut bahwa publik speaking adalah elemen penting dari jabatan, dan bahwa kemampuan pidato dalam bahasa asing seperti Inggris adalah salah satu tolok ukur profesionalisme.
Di sisi lain, ada juga yang memberi pembelaan bahwa kegugupan dalam berpidato adalah hal manusiawi dan bahwa inti pesan pidato lebih penting daripada kefasihan bahasa.
Salah satu momen viral yang paling banyak dibicarakan adalah ketika Widiyanti menyampaikan kritik terhadap pembongkaran tempat wisata Hibisc Fantasy Puncak, dan kemudian menjawab pertanyaan dalam bahasa Inggris.
Dalam cuplikan video itu terlihat bahwa ia membaca teks dari perangkat (tablet atau skrip), dan tampak berhenti-sejenak untuk mencari kata-kata, yang kemudian mendapat komentar dari netizen tentang bagaimana public speaking seharusnya dilakukan.
Tak hanya warganet, psikolog dan pengamat komunikasi publik ikut memberi masukan. Misalnya psikolog Lita Gading menyebut bahwa pidato dan kemampuan berbicara Widiyanti di depan umum membutuhkan perbaikan.
Kritiknya menyebut bahwa seorang menteri harus bisa menyampaikan pidato dengan lugas tanpa harus terus-menerus bergantung pada teks, dan bahwa penggunaan bahasa Inggris harus menunjukkan percaya diri, bukan justru terlihat terbata-bata atau grogi.
Netizen juga cepat menyebarkan potongan video tersebut dengan caption yang mengandung sindiran, baik terkait cara berbicara, ekspresi wajah, maupun gesture pendukung seperti gerakan tangan.
Ada yang membandingkannya dengan presentasi siswa atau mahasiswa yang belum terbiasa berbicara di depan umum.
Kritik seperti ini muncul dari opini publik yang merasa bahwa seorang pejabat publik di level menteri memiliki standar yang tinggi dalam hal komunikasi, terutama bila berbicara di forum internasional atau menyangkut kebijakan pariwisata.
Meski banyak kritik, penting juga melihat sisi lain bahwa publik speaking dan penggunaan bahasa Inggris tidak selalu mencerminkan satu-satu kemampuan seseorang.
Ada faktor-faktor lain yang perlu diperhitungkan. Misalnya, stres atau tekanan tampil di depan kamera dan publik internasional, fakta bahwa pidato mungkin sudah disiapkan namun harus dikoreksi real-time.
Selain itu, sebagaimana diketahui bersama bahwa bahasa Inggris bukan bahasa pertama bagi banyak pejabat Indonesia, meskipun mereka lulusan luar negeri.
Widiyanti sendiri dalam beberapa liputan menyebut bahwa dia sudah melakukan persiapan dan menggunakan skrip agar pesan yang ingin disampaikan jelas, terutama dalam konteks diplomasi pariwisata dan promosi Indonesia ke luar negeri.
Namun, penggunaan skrip dan teks dianggap oleh beberapa pihak sebagai kurang “natural” dalam public speaking. Padahal, bagi sebagian orang, menggunakan teks bisa jadi strategi agar tidak ada kesalahan fakta atau terminologi asing yang salah.
Jadi menteri pariwisata 2025 pidato bahasa Inggris memang dicibir publik dan kritik itu banyak bahkan sampai meragukannya dalam kemampuan sebagai menteri
Alasan munculnya kritik berkisar dari aspek kefasihan bahasa, gestur, terlalu bergantung pada teks, hingga bagaimana public speaking seorang menteri seharusnya menjadi contoh. (Dila Nashear)