Urban Farming dan Wisata Sawah, Solusi Inovatif Bandung Hadapi Tantangan Perkotaan
Kota Bandung terus berinovasi dalam mengembangkan potensi wilayahnya. Kali ini, fokus tertuju pada pengembangan kawasan wisata sawah dan urban farming di tengah kota.
Langkah ini diambil sebagai upaya untuk meningkatkan nilai tambah sektor pertanian sekaligus menciptakan destinasi wisata baru yang unik dan juga bisa menarik para wisatawan.
Berdasarkan berbagai sumber, konsep wisata sawah dan urban farming ini akan melibatkan berbagai pihak, mulai dari dinas terkait, komunitas, hingga masyarakat sekitar.
Tujuannya adalah untuk menciptakan kolaborasi multipihak dalam memaksimalkan potensi lahan pertanian, meningkatkan pendapatan petani, serta menciptakan ketahanan pangan yang tangguh di tengah dinamika ekonomi global.
Selain itu, pengembangan kawasan wisata sawah dan urban farming ini juga diharapkan dapat menjadi sarana edukasi bagi masyarakat, terutama generasi muda, tentang pentingnya pertanian dan ketahanan pangan.
Dengan demikian, diharapkan akan tumbuh kesadaran dan kecintaan terhadap pertanian di kalangan masyarakat perkotaan.
Wali Kota Bandung Muhammad Farhan menyampaikan konsep pertanian modern berbasis pariwisata melalui pengembangan kawasan wisata sawah dan urban farming sebagai bagian dari strategi peningkatan nilai tambah sektor pertanian.
Farhan yakin visinya untuk mengembangkan lahan pertanian sebagai kawasan wisata edukatif dan rekreatif di dalam kota terwujud. Dia secara khusus menyoroti potensi lahan di sekitar Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) yang memiliki luas sekitar 25 hektar.
Politisi Partai Nasdem itu mengatakan, lahan tersebut bisa dikembangkan bukan hanya sebagai area produksi pangan, melainkan juga sebagai destinasi wisata berbasis pertanian.
“Daripada hanya jadi sawah biasa, kita bisa kelola lagi menjadi tempat wisata di pinggir sawah. Petani tetap bekerja, wisatawan bisa makan sambil menikmati hamparan padi. Ini akan menjadi daya tarik yang unik di Kota Bandung,” ungkapnya dikutip Candi.id
Mantan Anggota DPR RI itu juga menyebut komoditas hortikultura seperti melon sebagai contoh pengembangan produk dengan nilai ekonomi tinggi.
“Di Jepang, melon bisa dihargai 1000 yen karena packaging dan ceritanya. Kita juga bisa lakukan itu di sini, karena kita punya kualitas, tinggal dikembangkan,” tutur Farhan.
Konsep urban farming dan wisata sawah ini menurutnya akan melibatkan banyak pihak, mulai dari DKPP, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, BBWS, hingga masyarakat sekitar.
Tujuannya adalah menciptakan kolaborasi multipihak untuk memaksimalkan potensi lahan pertanian, meningkatkan pendapatan petani, serta menciptakan ketahanan pangan yang adaptif terhadap dinamika ekonomi global.
“Inisiatif ini akan memperkuat identitas Kota Bandung sebagai kota kreatif yang mampu mengelola potensi pertanian menjadi kekuatan ekonomi baru,” ungkapnya menandaskan.
Berdasarkan data Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bandung, total luas lahan pertanian yang masih aktif di Kota Bandung mencapai 702 hektar, dan untuk tahun 2025 ini diperkirakan terdapat sekitar 380 hektar yang siap panen.
Khusus di Kecamatan Rancasari, tercatat terdapat 63 hektar lahan sawah yang dikelola oleh 131 petani penggarap.
Wilayah ini menjadi salah satu pusat pertanian produktif di Kota Bandung, dengan frekuensi tanam 1 hingga 3 kali dalam setahun tergantung musim dan ketersediaan air.
Informasi yang diterima, jika produktivitas padi di Ibu Kota Jawa Barat mencapai 7 ton hingga 8 ton per hektar. Capaian ini menunjukkan Kota Bandung, meskipun sebagai kota metropolitan, masih memiliki kekuatan dalam bidang pertanian.