Budaya Jawa Barat yang mulai memudar menjadi keprihatinan banyak pihak, terutama para pemerhati warisan budaya lokal yang ada di Tatar Pasundan.

Dalam beberapa dekade terakhir, perkembangan teknologi dan arus globalisasi secara perlahan menggerus tradisi-tradisi lama yang dulunya hidup dan akrab dalam keseharian masyarakat Sunda.

Mulai dari penggunaan bahasa Sunda, upacara adat, hingga kesenian tradisional seperti wayang golek dan musik degung, kini mulai tersingkir oleh budaya populer yang datang dari luar.

Generasi muda Jawa Barat, khususnya yang tinggal di kota besar, semakin jarang berinteraksi dengan nilai-nilai budaya lokal. Sebab lebih akrab dengan konten digital dari luar negeri dibanding cerita rakyat atau permainan tradisional yang sarat makna.

Budaya Jawa Barat yang mulai memudar juga terlihat dari menurunnya jumlah anak muda yang bisa berbahasa Sunda halus atau memahami filosofi di balik berbagai upacara adat.

Tak bisa dipungkiri, perubahan zaman memang membawa tantangan tersendiri dalam melestarikan identitas budaya. Namun, bukan berarti budaya Sunda tidak bisa beradaptasi.

Justru saat inilah momen penting untuk melakukan revitalisasi budaya dengan cara-cara baru yang lebih dekat dengan generasi masa kini. Misalnya, melalui media sosial, festival budaya, atau integrasi budaya lokal dalam pendidikan formal sejak usia dini.

Menjaga agar budaya Jawa Barat yang mulai memudar tidak benar-benar hilang, butuh kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan generasi muda itu sendiri.

Budaya bukan sekadar peninggalan, tetapi juga cerminan jati diri. Jika ingin masa depan yang kuat dan berakar, maka kita perlu kembali memaknai dan merayakan warisan budaya dengan cara yang relevan, kreatif, dan penuh kebanggaan.

Dari generasi ke generasi, budaya seharusnya diwariskan sebagai identitas yang melekat. Namun hari ini, muncul pertanyaan besar: apakah anak-anak muda Jawa Barat masih mengenal, memahami, dan merasa bangga terhadap budayanya sendiri?

Apa Saja Budaya Jawa Barat yang Mulai Terlupakan?

Beberapa bentuk budaya khas Jawa Barat yang kini mulai jarang terlihat dalam kehidupan sehari-hari antara lain:

1. Bahasa Sunda Halus (Undak-Usuk Basa)

Di masa lalu, penggunaan bahasa Sunda memiliki tingkatan—kasar, loma, hingga lemes. Ini mencerminkan sopan santun dalam berkomunikasi.

Sayangnya, kini banyak anak muda yang lebih nyaman berbahasa Indonesia bahkan campuran dengan bahasa asing. Tidak sedikit yang merasa bahasa Sunda terlalu sulit atau tidak praktis digunakan.

2. Kesenian Tradisional seperti Wayang Golek dan Degung

Wayang golek dulunya menjadi hiburan utama masyarakat, khususnya di pedesaan. Begitu pula dengan musik degung yang sering terdengar di berbagai acara adat.

Namun kini, hiburan modern seperti drama Korea, film Barat, dan musik pop lebih menarik perhatian generasi muda. Wayang golek pun hanya hadir di panggung-panggung tertentu yang jumlah penontonnya kian sedikit.

3. Upacara Adat yang Mulai Jarang Dilakukan

Tradisi seperti seren taun (panen raya), mapag sri (menyambut dewi padi), atau ngabungbang (mandi besar di sungai) perlahan-lahan hanya dilakukan sebagai atraksi wisata budaya, bukan sebagai bagian dari kehidupan masyarakat sehari-hari.

4. Permainan Tradisional Anak

Permainan seperti engklek, galah asin, atau oray-orayan kini nyaris tak dikenal anak-anak yang lebih akrab dengan gadget. Padahal permainan ini bukan hanya menyenangkan, tapi juga mengajarkan kerja sama dan kebersamaan.

Apa Penyebab Budaya Jawa Barat Mulai Tergerus?

Ada beberapa faktor utama yang membuat budaya Sunda di Jawa Barat mulai ditinggalkan:

1. Globalisasi dan Teknologi

Akses mudah terhadap budaya luar lewat internet dan media sosial membuat budaya lokal terasa "ketinggalan zaman". Anak muda lebih mengenal tren global daripada nilai-nilai lokal.

2. Kurangnya Pendidikan Budaya di Sekolah

Pembelajaran tentang budaya lokal sering dianggap pelengkap. Padahal seharusnya menjadi bagian penting dari kurikulum agar siswa mengenal jati dirinya sejak dini.

3. Perubahan Pola Hidup Urban

Di kota-kota besar seperti Bandung, Bekasi, dan Bogor, masyarakat hidup serba cepat dan praktis. Ruang untuk mengekspresikan budaya tradisional semakin sempit. Aktivitas budaya sering dianggap tidak relevan dengan kehidupan modern.

4. Kurangnya Regenerasi Seniman dan Budayawan

Banyak seniman tradisional yang tidak memiliki penerus. Kesenian yang diwariskan secara lisan pun perlahan hilang bersama tokoh-tokohnya yang sudah sepuh.

Apakah Budaya Sunda Bisa Diselamatkan?

Tentu saja bisa, selama ada kesadaran dan usaha bersama dari berbagai pihak. Beberapa langkah yang dapat dilakukan:

1. Revitalisasi Budaya Lewat Media Sosial

Alih-alih menolak teknologi, budaya Sunda bisa "menumpang" di platform digital. Misalnya lewat video pendek tentang bahasa Sunda, konten edukatif di TikTok, atau drama berbahasa Sunda di YouTube.

2. Menghidupkan Kembali Kegiatan Budaya di Sekolah dan Kampung

Pemerintah daerah dan lembaga pendidikan bisa mengadakan program wajib seperti "Hari Berbahasa Sunda" atau lomba permainan tradisional. Ini membantu membiasakan anak-anak berinteraksi dengan budaya lokal.

4. Festival dan Panggung Budaya yang Konsisten

Acara budaya jangan hanya digelar setahun sekali atau saat peringatan hari jadi kota. Perlu ada kegiatan rutin yang membangun kebiasaan masyarakat untuk terlibat dan merasakan langsung nilai-nilai budaya mereka.

5. Memberikan Insentif bagi Seniman Muda

Jika ada dukungan nyata, anak muda akan lebih termotivasi untuk mempelajari dan melestarikan budaya lokal. Pemerintah maupun komunitas bisa membuka ruang kreatif khusus bagi generasi muda untuk berekspresi lewat budaya Sunda.

Untuk diingat, budaya Jawa Barat adalah harta tak ternilai. Jika dibiarkan terus memudar, kita bukan hanya kehilangan seni atau adat, tapi juga kehilangan jati diri sebagai orang Sunda.

Modernisasi memang tidak bisa dihindari, tapi bukan berarti budaya lokal harus ditinggalkan. Justru, budaya bisa menjadi fondasi yang memperkuat karakter masyarakat di tengah dunia yang makin terbuka.

Mencintai budaya bukan berarti menolak kemajuan. Kita bisa menjadi modern sekaligus menjaga akar tradisi. Jangan sampai anak cucu kita hanya mengenal budaya Sunda dari buku sejarah.

Mari mulai dari sekarang pakai bahasa Sunda meski sedikit, mainkan angklung di sekolah, atau cukup dengan mendengarkan kisah dari orang tua. Karena melestarikan budaya bukan soal besar atau kecilnya aksi, tapi soal kesadaran dan konsistensi.